Kamis, 15 September 2016

Berdamai Dengan Hati

Aku dibalik layar saja. Menatapmu hangat. Memerhatikanmu sembari tersenyum. Biarkan aku tidak usah mencampuri segala urusanmu. Aku akan diam mengamati secara detail dan membiarkanmu menikmati setiap detik yang kau jalani.
Tidak pernah terlewati sedikitpun, aku tau siapa saja temanmu, siapa saja yang kau sapa, betapa santunnya kau. Terlebih ketika kau sapa erat diriku kala itu.

Aku sudah berdamai dengan hatiku sendiri, membuang luka hati yang tertancap dalam, lalu kubiarkan udara masuk sesuka hati, agar kering bekas lukanya. Kau tak pernah tau bagaimana sulitnya aku berdamai dengan hatiku sendiri. Seringkali ia berontak tak ingin beranjak, namun aku paksa hingga hati memanja didekapku lalu kami berdamai dengan ikhlas. Sebenarnya ada kisah yang sulit aku lupakan perihal dirimu; ketika kau dengan mudahnya selalu menyanjungku, aku tersipu. ketika kau selalu ingin memujiku, dan aku terbenam malu. Ada banyak alasan mengapa aku memilih berdamai dengan hatiku sendiri, karna aku tidak mau melewatkanmu--walau sedetikpun.

Seperti halnya hujan, ia selalu berdamai dengan mendung, walaupun sebenernya ia tak suka. Jika aku jadi hujan, aku tak mau disandingkan dengan mendung, akan takut semua pasang mata menatapku, aku akan lebih memilih disatukan dengan mentari; sekalipun hujan membasahi namun akan tetap hangat. Tapi kenyataannya hujan harus disandingkan dengan mendung dan hujan harus mau berdamai dengan hatinya dan juga mendungnya. Hingga hujan dan mendung bisa memberikan yang terbaik untuk dunia dan seisinya.
Sama halnya dengan perasaan, ketika Tuhan tidak samasekali menggariskan sesuatu yang bukan untukku--aku harus bisa berdamai ikhlas dengan hatiku sendiri. Seperti hujan yang terbiasa dengan mendungnya, hingga ia nyaman sekali.

Aku berdamai dengan hatiku sendiri. Memilih singgah dan memutuskan untuk tetap jadi bagian hidupmu walau hanya sekecil kelereng, karna Tuhan metakdirkan aku untuk menjalaninya, menikmatinya sampai diantara kita tidak saling menopang beban berat. Memikul kenangan banyak. Kita hanya tulus dalam perasaan, selanjutnya jalani dengan ikhlas dan aku siap jadi bagian yang tidak begitu penting dalam hatimu.

Dan ketika aku mencoba berdamai dengan hati, kau nampak semakin kuat dihadapku, memelukku bagaikan kelereng kecil tak berdaya. Sudah tidak ada apa-apa diantara kita. Kita hanya pernah saling mencinta, namun Tuhan hanya inginkan kau peluk aku sekedarnya saja. Perasaan yang aku punya biar jadi pegangan disaat aku rapuh, dan aku akan mengingatmu dengan tepuk tangan paling kencang.

Sampai saat ini, kau harus tau. Aku belajar berdamai dengan hatiku sendiri dari "Hujan" dan "Mendung" .
Aku belajar menyimpan rasa dalam dari "Hujan" dan "Mendung", ketika mendung memendam gelapnya, hujan senantiasa mengguyur deras hingga mendung terlihat sangat lega dengan perasaanya.

Boleh jadi esok aku lebih ikhlas lagi, dan kita tetap jadi teman baik kan? Dan kau akan jadi bagian terhebat, lebih besar ukurannya dibanding kelereng dan lebih hebat perannya dalam hatiku. Sampai saatnya tiba nanti, entah perasaan ini melebur atau bahkan kian bertambah.

Aku sudah sangat mengetahui isi hatimu; Kau teramat sendu jika mendengar alunan kata merdu, kau teramat sulit menghapus pelangi yang ada dihatimu, kau terlalu banyak menyimpan rahasia tentang perasaanmu hingga akhirnya rindu yang utarakan itu semua. Dan kau punya satu keinginan yg sama denganku, ingin lewati satu malam saja untuk temui terakhir kalinya dibatas kepura-puraan hatimu (juga hatiku).

    "Akan kuberikan satu tempat paling depan untukmu nanti melihat aku menjadi yang kau do'akan pada Tuhan, karna aku mampu berdamai dengan hatiku sendiri dan berdamai ikhlas bak hujan dan mendung"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar