Rabu, 31 Agustus 2016

[JEDA]

Kita adalah jalan yang tidak Tuhan takdirkan. Kita memaksa hingga Tuhan kesal. Berjalan semaunya, mengatur perasaan seenaknya, terbelenggu dalam ruang kedap cahaya. Gelap. Tak nampak sesuatu yang kau sebut rasa. Hanya bisik sesal yang tersisa. Lalu menyambar bak petir, menyerupai kilat yang sekilas persis lampu kamera; kau bayangkan ia merekam setiap kenangan yang kau lalui, memotret bayang-bayang indah yang tidak mungkin kau lupakan, namun ingin sekali kau luapkan. Pada malam. Hening sendirian.

    "Sudahkah kau tau berapa banyak kenangan yang mampu ia simpan?" kau berbisik seolah tak ingin ada yang mendengar.
    "Sesuka hatiku, bahkan ketika aku meminta ia menyimpan ribuan kenangan sekalipun" aku berbicara bagaikan ratu pemilik alur.

  Kemarin hanyalah sebait cerita yang kau perjuangkan dihadapku, segenggam harapan yang tak ingin kau lepas hingga kau mendapatkannya. Biar saja Petir menyambar semaunya, "Aku tidak peduli biarkan aku mengukir indah hingga sebelum kau pergi." tuturmu lembut.

   Bisakah kau singgah sebentar saja? Menemani hingga cahaya benar-benar datang, lalu aku pergi membiarkanmu dalam gelap sampai kau temukan sendiri cahayamu.

   Ini bukan saatnya kau menggenggamku terlalu erat, karna nanti kau yang akan melepaskannya sendiri. Aku hanyalah jeda yang kau anggap alur tetap. Menetap sebentar dihatimu lalu pergi tanpa bekas. Kau akan mudah melupakan. Merelakan. Dan akhirnya menganggap aku jeda sungguhan. Alur yang kita jalani nikmati saja, Tuhan selalu punya sejuta cara untuk menyatukan bahkan memisahkan.
  
  Aku berhenti persis seperti jeda, berhenti ketika hujan, lalu pergi setelah reda pas sekali ketika cahaya muncul diujung waktu. Aku berhenti meyakini bahwa kau adalah yang terbaik. Aku benar-benar menjadi jeda saat waktumu habis. Saat kau temui rasa lain yang mampu membuatmu beranjak jauh. Dan aku pergi dengan rasa yang kutemui sesaat kau hilang. Tanpa bicara. Lenyap. Hingga jeda benar-benar tak berarti.

Kamis, 25 Agustus 2016

Biru kamuflase!

Di batas kota ini, hampir tiba aku pada tujuanku, aku mengenalmu tanpa sengaja.

Dibalik tirai cahaya, keheningan malam menyeruak memaksa bising ditelinga, membuat gaduh perasaan, membuyarkan lamunan.

Aku sengaja tak menoleh, membiarkanmu meneriaki namaku dengan jelas. Hingga akhirnya aku terjatuh dan kau mengulurkan tanganmu.
Aku terbawa perasaanku hanyut dalam sendunya.
Aku pernah bermimpi bisa jadi langit bagi sang biru. Namun awan gelap menutupnya hingga tak nampak.

Tapi nyatanya, cinta datang terlambat. Mungkin menurutmu tepat waktu, namun ragu yang mengganggu.
Jauh sebelum mengenalmu, aku telah menemukan langit yang biru. Jauh sebelum mengenalmu, aku telah menemukan senja yang nyata.
Dipersimpangan jalan, aku merindu, celah terkecil dalam hatimu memang bukan untukku. Bahkan ketika kau tau, kau mampu merebut hati yang terdalam. Hingga aku lupa, bahwa sebelumnya aku pernah dan masih jatuh hati pada cinta yang Tuhan berikan. Bukan dirimu--namun langit biru yang sebelumnya.

"Mungkin aku terlalu perasa, hingga kau dengan mudahnya mengelabui perasaan." jiwaku meredup lemah.

Aku selalu seirama dengan rasa. Begitupun rasa yang kau buat hidup berulang kali. Aku terlalu berani membiarkan langit biru yang lain, aku terlalu kuat memaksamu sebiru mungkin.

"Aku hanya biru tipuan di langitmu. Kamuflase. langitmu bukan tempatku. Kau bergurau!" katamu dengan mudahnya. Setelah kau buat aku menari indah dalam bentangnya birumu lalu kau buat mendung langitku.

Pergilah biru kamuflase!

Rabu, 24 Agustus 2016

P E L A N G I ♥

Bukankah selalu ada pelangi setelah hujan? Bukankah kau menantikannya setiap kali deras hujan membasahi relung jiwamu? Aku menanti pelangi sama seperti yang kau lakukan--persis sekali.

Boleh saja jika esok pelangi tidak akan tiba. Aku tetap menikmati hujan tanpa terlewati pun setetesnya.
Mengenang wajah sendumu ketika sore hari dengan sebait puisi yang aku rangkai, berharap senjaku akan tetap indah tersenyum manis.
Aku masih mengingat raut bahagiamu ketika malam hampir habis, sesaat hampir kau terlelap kau ucapkan kata maaf berulang-ulang, sambil tertawa menepuk pundakku.

"Kau akan tetap jadi pujangga tampan dihidupku" katamu terisak haru.
Aku tidak ingin menangis di batas akhir senja, tapi kau yang buat aku menangis.

Kau pelangi terindah yang pernah aku temui. Bahkan ketika hujan sama sekali tidak turun, kau tetap pelangi yang singgah cukup lama hingga aku dengan mudahnya mengingat kilau warnamu.

Hingga pelangi benar-benar malu menampakan dirinya, kau pun mulai ragu dengan pujangga andalanmu ini.
Hujan memang turun, tapi yang kudapat setelahnya bukan pelangi melainkan langit berawan pekat.

Kau murung ditepi mendung, kau jenuh diujung senja. Namun aku akan tetap disisi hujan menanti pelangi dengan warna-warninya yang memukau.

Sudah saatnya kau tau bahwa pelangi tidak bisa disandingkan dengan mendung. Akan hilang indahnya. Karna yang aku tau pelangi itu indah sekalipun hanya tinggal sesaat.

"Aku tidak ingin jadi pelangi bagi seorang langit, terlebih ketika hujan usai. Aku hanya ingin jadi inspirasi di tiap bait puisi indahmu"

Mendungmu biar jadi pesona indah dilangitku, Cerahmu akan tetap jadi alasan mengapa pelangi bisa muncul dimalam hari--dan hanya pada bait puisi milik pujangga tampanmu.

Minggu, 21 Agustus 2016

Hijrah yuk! (1)

Assalamu'alaikum...

Happy reading guys.
Gue bakal ceritain sedikit tentang apa yang pernah gue, elo dan semua orang alamin di hidupnya masing2.
Ini blog gue, dan sekedar sharing aja semoga bermanfaat ya guys!

Pernah ga sih lo menyesal atau kecewa? konteksnya dalam hal apa aja deh. Gue yakin kita semua pernah ngalamin fase-fase dimana lo kecewa berat, nyesel parah dan galau uring2an, baper ga terarah dan berasa hidup lo gada gunanya banget.
Mungkin ada diantara kalian yang pernah ngalamin ataupun lagi ngalamin. fixed! lo udah lewatin masa-masa dimana lo udah hampir nemuin jati diri lo.

Gue pernah sakit hati, nyesel, kecewa, baper, galau dst. Tapi gue ga begitu mudahnya lupain dan ninggalin hal yang harus gue tinggalin. Gue masih stuck dan gamau move dari tempat sebelumnya. Gue masih aja ulang-ulang lagi padahal gue tau akibatnya bakal kaya apa.

Gue bahagia-gue lupa sama Allah. Gue sengsara-gue inget sama Allah. betapa sombongnya gue guys waktu itu. Ga nyadar kalo bahagia juga datengnya dari Allah. Gue malah lupa siapa yang kasih gue hidup sampe saat ini. Percaya atau engga, gue pernah nyeselin semua itu tapi akhirnya gue balik lagi. exactly itu parah banget-
Oke sekarang gw mau tanya,
Kalian punya pacar? Punya gebetan? Putusin sekarang juga! Kalian lagi jalanin HTS-an? Udahin, minta dinikahin sana! Gue ga becanda dan ga main-main guys. Gue pernah pacaranDan finally, gue nyesel-
Rugi deh aseli!
Gue jabarin deh satu persatu; yang lo dapet dari hubungan ga halal itu,
1. Buang-buang waktu
2. Buang-buang receh
3. Baperan
4. Lupa segalanya
5. Ga inget ibadah
6. Dan yang paling parah lo bakal kehilangan separuh hidup lo!

Cukup meyakinkan lo buat putus?
Okay, i will show u anymore...

Gue bukan orang yg ga pernah salah. Gue bukan orang yg sempurna. Bukan guys! Gue cuma manusia yang lagi belajar ta'at.

Sekitar awal tahun 2016 ini dibulan januari entah tanggal berapa gue ga inget. Gue mulai Hijrah dan pengen jadi orang yg bermanfaat. Awalnya gue ragu, sama persis kaya yg temen2 rasain saat ini mungkin. Ga kepikiran sama sekali buat pake Jilbab gede dan lebar banget. Ga kepikiran buat pake Gamis gombrong. Ga kepikiran buat tutup rapih mahkota gue. Dan akhirnya yang ga kepikiran itu justru malah semakin gue pikirin tiap malem. Gue nangis sejadin-jadinya, dan ini serius kaya ada yg bisikin gue, kayak ada yg datengin gue lewat mimpi, entah itu siapa yang jelas gue sadar kalo ajal sebenernya semakin deket. Dia terus ngejar lo sampe dapet dan lo ga bisa ngehindar.
Gue hijrah karna gue yakin Allah bakal kasih jalan terbaik buat gue. Dan gue ikhlas ngelepas cinta ga halal itu, sampai akhirnya nanti Allah bakal kasih jodoh terbaik buat gue.
Dan yg perlu lo tau, banyak rintangan yg harus lo hadapi ketika lo memilih buat hijrah. Banyak mulut-mulut nyinyir yg gasuka sama lo.
1. "Lo udah tobat sekarang? hebat banget. Munafik lo"
2. "Lo lebih keliatan kaya ibu-ibu kalo begini. Norak!"
3. "Kaya yg udah bener aja. Belagak kayak ustadzah!"
4. "Benerin dulu hati lo. Biar pantes sama pakaian lo!"
5. "Haha Itu jilbab lebar amat, pake Mukena aja sekalian!"

Look at above, itu kutipan beberapa kalimat nyinyir. Salah satunya pasti pernah lo alamin.

Gausah pusing. Gue bantu jawab atu-atu.

1. "Alhamdulillah. Hidayah itu dikejar bukan dinanti. Soal munafik biar ALLAH saja yang nilai aku serta akhlaqku"
2. "Alhamdulillah. Loh bukankah kita semua selaku wanita akan menjadi seorang ibu kelak. Tidak ada salahnya kan jika aku belajar dari sekarang? Karna seorang ibu harus jadi madrasah terbaik untuk anak2nya."
3. "Astaghfirullah. aku sama sekali belum benar. Aku hanya manusia yg berlumur dosa, sedikit ilmu dan tempatnya salah. Maka ingatkan aku agar tak salah arah"
4. "Hati dulu yg dibenerin? yakin besok masih ada kesempatan? Perbaiki ibadahmu maka hatimu pun akan tentram dengan mengingat ALLAH"
5. "Masya Allah, bukankah kalau kita sholat memang harus pakai mukena? Malah lebih bagus jika tertutup sempurna. Kamu ketika sholat pakai mukena karna malu Allah melihatmu, tapi ketika diluar kau lepas tudungmu. Allah selalu ada mengawasi mu, bukan hanya dalam sholat"

Dan setelah hijrah ini, gue ngerasa beban pikiran gue ilang. gue ngerasa ALLAH selalu peluk gue. Dan gue gamau jauh dan pergi dari jalan yg udah gue pilih.

Hijrah yuk!

Minggu, 07 Agustus 2016

Ayah (tidak) punya hati:"

Kau masih terlalu muda, masa remajamu akan terenggut begitu saja" Ayah berucap seolah tak punya Tuhan. Tertawa kecil bak seorang lelaki yang tidak menginginkan anaknya bahagia.
Perlahan aku mundur, tak aku dengar ucapan Ayah. Ingin rasanya kututup telinga. Menganggap Ayah samasekali tidak pernah mengucapkannya.

Keesokan harinya masih sama, berlanjut sampai hari-hari berikutnya. Ayah masih terus mengoceh. Ayah tidak tau kan apa yang akan Tuhan berikan kepada kita, Lantas Ayah mengapa harus takut masa remajaku terenggut? Macam tidak punya Tuhan saja. Kesal dibuatnya kepalaku serasa hampir meledak.

Ketika malam hari, rasa kesal di jiwaku meledak. Hampir saja aku benci Ayahku. Hampir saja habis celahku untuk cinta Ayah.

"Ayah tekankan kepadamu nak, usiamu masih muda, kau masih bau kencur masih kekanak-kanakan"
"Ayah, jika semua itu diukur dari usia, mungkin orang-orang jaman dulu tidak mungkin punya anak dan bahagia. sama seperti Ayah. "

Hingga akhir perjalanan debatku dengan Ayah. akhirnya Ayah mengalah. Kulihat kedua matanya berbinar, nampak kesedihan yang Ia tahan. Ingin rasanya aku bertanya.

"Mengapa Ayah bersikap demikian?" tanyaku sendu. hampir habis suaraku.
"Seorang Ayah tidak akan semudah itu melepas gadis kecilnya. Meskipun usiamu bertambah, Ayah masih menganggapmu putri kecilnya. Itulah sebabnya Ayah selalu bilang kau masih terlalu muda untuk memulai segalanya" aku menyerap ucapan wanita paruh baya itu.

Aku menangis sejadi-jadinya. Menganggap diriku bodoh sekali tak paham maksud Ayah. Menghiraukan Ayah dengan acuhnya. Menganggap Ayah jahat dan hampir saja kebencian tertanam lebat di benakku. Aku yang salah. Aku yang patut Ayah benci. 

Malam menjelang, kulihat kerutan di dahi Ayah ketika terlelap. Sudah separuh abad Ayah hidup, Superhero yang aku cintai seumur hidupku kian renta saja. Aku menangis terisak-isak. Menatap Ayah lebih dekat lagi. Lalu kukatakan betapa aku mencintai pahlawan superku.

Kini aku tau, ada banyak alasan mengapa Ayah begitu. Karna seorang Ayah tidak ingin kehilangan putri kecilnya.

Bahkan ketika acara pernikahanku, Kulihat Ayah terisak haru. Mencoba menahan air matanya, tapi justru kian deras.
Ku peluk Ayah erat. Sebenarnya Ayah bukan tak ingin aku bahagia, tapi Ayah hanya ingin bermain bersama seperti waktu aku belum bisa merangkak.
"Ayah punya Tuhan nak, maka Ayah tidak takut jika kau tidak bahagia."