Rabu, 25 Mei 2016

Malam. Gelap.

Selamat malam semesta. Pun harapan yang masih ada. Hening, hanya kerlap-kerlip bintang nan jauh disana yang masih bersinar. Malamku takkan seredup kota bawah tanah. Apalagi kunang-kunang yang kehabisan energi cahaya, baiklah aku hanya bergurau.
Lampu-lampu kota takkan pernah padam karna mayoritas dari mereka tidak suka gelap, dan aku sebagian kecilnya.
Baiklah. berdoa yang baik-baik untuk kehidupan terbaikmu.
Aku lenyap bersamaan hilangnya cahaya dari ponselku pun irama do'a yang ku ucapkan beriringan tempo hentakan jantungku.

Selasa, 24 Mei 2016

Aku pernah menanti hujan reda, namun ia kian deras. sama halnya dengan harapan yang hanya berujung kecewa. Aku tau ia tak mungkin bisa di tebak namun masih terus kuharapkan.

Ini semacam de javu. jika terus ku pikirkan akan membuat aku gila.
Rule nya seperti ini; Datang-pergi-kembali lagi, dan aku sudah muak.

"Apa yang kau harapkan dari sebuah cinta?"
"Kebahagiaan hingga aku menua bersamanya"
"Lantas, serahkanlah seluruh harapanmu pada yang Maha Kuasa, maka Dia akan memberikanmu kebahagian sesungguhnya, bukanlah de javu yang menyebalkan"
.
.
.

Senin, 16 Mei 2016

I believed too♥

Senja sore itu.... Masih sama, persis ketika langit terlihat menakjubkan. Aku termenung menatap langit, lirih dalam hatiku... Angin berhembus kencang menambah suasana kian menawan.

Akan kupilih orang-orang hebat untuk ada sekelilingku. kawan terbaik yang bisa jadi partner terbaik. saudara seimanku yang bisa jadi pembimbing kesenduan ini. terutama kedua orangtuaku malaikat hebat, kuat nan sejuk di pandang, yang hanya senyumnya saja mampu menembus langit hingga terdengar oleh Sang Maha Kuasa. aku kuat karna irama do'a yang persis namun terus-menerus.
Bahkan Allaah akan pilihkan orang terhebat, lebih hebat dari kawan-kawan. Ribuan kali lebih hebat di banding mereka sahabat terbaikku.
dia yang Allaah hadirkan untuk membimbing perempuan lemah sepertiku, yang sanggup mengingatkan dengan ketabahan, bahasa santunnya dan perilaku yang lemah lembut.

Senja sore itu semakin membuat aku takjub. Aku masih sabar dalam penantian, memperbaiki diri agar impianku untuk dibimbing oleh lelaki beriman, berilmu, dan penuh cinta bisa terwujud.

Setiap senja aku selalu menangis, bukan hanya keindahannya yang membuat aku terpana tapi senja ini memang tak pernah berubah, makin hari makin indah...

Coba kau pejamkan matamu di kala senja, berdiam sendiri lalu kau bayangkan berada di antara langit yang luas membentang, warna kemerah-merahan semakin menambah sendu penuh syukur.

Aku tak mau beranjak, biar saja habis waktuku hanya untuk senja, biar saja lenyap waktuku hanya untuk ribuan senja berikutnya, seterusnya dan selama waktu itu masih tersisa. Mungkin senja seterusnya tidak akan kunikmati sendiri. menangis haru pun bersama. Begitu indah bukan?

Jika senjaku telah habis, malam yang tidak kalah indah dengan gemerlap ribuan bintang dan cahaya kota akan sanggup menelan waktuku. Biarlah sampai aku terlelap dan tiba esok pagi yang penuh sinar menyilaukan, yang membuat aku tidak bisa bermalas-malasan. Tidak ada yang kubenci dari Ciptaan Allaah ;) yang kubenci hanya jika aku tidak bisa mensyukurinya.

Minggu, 08 Mei 2016

Puisikan (1)

Bukan hanya aku yang kecewa, tapi dia pun demikian, perempuan yang kau janjikan dengan sebuah puisi, kau yang buat sendiri memang tapi tajuknya persis seperti yang kau berikan minggu lalu kepadaku.

-bukan karna puluhan kalimat indah dalam puisiku, tapi engkau yang menawan teramat istimewa untuk ku puisikan- singkatnya.

"Aku hanya membutuhkan waktu 30menit untuk jadi seorang penyair hebat dibandingkan pujangga penuh dusta sepertimu" tegasku

Lembarannya melebur, huruf-hurufnya pun terpisah tidak beraturan. bagaimana bisa kertas warna warni cantik yang ku simpan rapi seketika berhamburan di
hadapan pemiliknya.

"Bukankah kau bisa membuat yang serupa ratusan lembar?"
Perempuan di sebelahnya menangis meremas kertas di genggamannya, lalu pergi begitu saja. Dia tampak sedih sekali, mungkin saja teramat kecewa.

"Lalu siapa lagi yang hendak kau puisikan?" ungkapku penuh kesal.
Lelaki bermental tempe itu beranjak dari kursinya, menatapku dengan garang bak polisi lalu lintas, lalu pergi tanpa membawa pulang puing-puing kertas itu.

Kecewa memang tidak dapat kau obati, sekalipun dengan puisi berbeda pun orang yang berbeda. Dan yang aku tau, penyair hebat hanya mampu mempuisikan satu paras istimewa di hidupnya.