Rabu, 19 Oktober 2016

Merayu Tuhan

Kita tidak perlu saling menjanjikan apapun. Aku berdo'a sekuat tenaga, kau berdo'a semampumu. Agar nantinya Tuhan dapat kita rayu. Untuk mengubah alur yang kita mau. Tidak terkesan memaksa, tetapi hanya berusaha. Kalau saja lusa Tuhan terbujuk rayuanku pun rayuanmu. Kembalilah.

Aku tidak mau sok tau dalam menentukan alurku sendiri, aku tidak mau seenaknya mengatur ritme hidupku. Aku hanya ingin merayu Tuhan. Memohon dengan senyum manis
dan tangis tipis. Aku tidak mau histeris dan dramatis. Biarkan Tuhan yang atur seminimalis mungkin. Biar rapih dan enak kelihatannya.
Aku tidak dapat menjanjikanmu apa-apa. Tidak dapat memastikan aku akan kembali dalam waktu cepat. Tidak dapat memastikan hatiku masih seutuh pertama kita bertemu. Tidak bisa. Aku tidak bisa berjanji. Aku sedang berusaha, berdo'a sembari merayu Tuhan. Sehingga Tuhan berikan aku waktu untuk bisa menemuimu, berikan aku hati yang masih utuh dan kokoh kecuali jika kau yang menghantamnya.

Masih dengan perasaan yang sama terhadap orang yang sama. Aku mencintaimu jauh sebelum aku menduganya. Aku mencintaimu sejak awal kita bertemu. Dalam lembutnya tuturmu. Hingga aku sendiri yang memutuskan untuk mencintai senja seperti aku mencintai diriku sendiri. Aku tidak tahu apa maksud Tuhan terlambat menghadirkanmu. Aku pun tidak samasekali tahu apa maksud Tuhan membuat perasaanku lebih cenderung ke arahmu. Yang aku tau, kau mampu merebut separuh hatiku lalu separuh lagi kau rebut perlahan dan hati-hati. Kini habislah sudah kau bawa pergi. Aku tidak mempermasalahkan itu. Aku senang seluruh hatiku ada di genggamanmu. Setidaknya kutitipkan sebentar. Lalu kau akan mengembalikannya kelak sekaligus bersama dirimu. Itu sebait do'aku kepada Tuhan.
Kali ini aku dibuat sesak dan sakit. Bukan semata-mata Tuhan tidak sayang aku. Tapi Tuhan selalu punya jalan terbaik; yang tidak pernah kita tahu.

Pergilah, aku sama sekali tak memberatkanmu. Kejar apa yang seharusnya kau kejar. Karna kelak kau akan menopang yang lebih besar dari ini.
Berlarilah, gapai segala mimpi-mimpi yang sempat kau curahkan kepadaku. Ditengah malam sepi. Saat semua orang sibuk dengan mimpinya. Kau justru asik bercerita denganku.
Aku disini masih merapatkan kedua tanganku sambil mendongakan kepala. Merayu Tuhan. Agar kau bahagia; setidaknya bersamaku.

Aku tidak mau ceroboh untuk yang kedua kalinya. Aku hanya jalani apa yang Tuhan beri tanpa protes. Karna Tuhan tahu mana yang terbaik untukku. Aku percaya, aku akan bahagia dalam dekapan yang tepat. Bukan dalam tangis dan sesak; setidaknya bersamamu.

Sudah berapa hari kau pergi? Menghindar dariku. Menghilang dari kehidupanku. Aku seperti kehabisan energi, seperti kehilangan separuh hatiku. Aku tidak nafsu makan, bahkan aku sering memarahi siapa saja. Itu karna kau telah mengambil sebagian lainnya. Entah seperti apa caranya. Aku pun tidak tahu jelas. Yang aku tau semenjak kau pergi. Aku jadi kehilangan diriku sendiri, menjadi orang lain dengan amarah yang sulit dikendalikan.

Seminggu yang lalu. Ketika kau bilang bahwa ini yang terakhir kalinya kita bertemu. Aku jadi serba salah mengatur perasaanku. Aku jadi kebingungan menentukan arahku. Kau buyarkan harapan yang sempat aku pahat sendiri. Bersama ribuan rindu tajam. Dan sayatan sendu nan merdu namun gaduh. Aku menggapai rindu yang perlahan jatuh dari tangkai pertahananmu. Aku lihat rindu menumpuk disana. Namun akhirnya tuntas seketika. Kau jatuhkan satu persatu. Memintaku untuk mengambilnya, lalu merasakan setiap rindu berbeda irama. Ada satu rindu yang paling menggebu. Bahkan tersayat jiwaku mendengarnya. Aku terdiam dalam dekapmu kini.

Selalu ada gemuruh dalam hati yang tak mampu kukendalikan seutuhnya. Hanya mampu kuseimbangkan intonasinya tanpa merubah riuh harmonisasi yang ada.

Malam memang selalu jadi moment yang pas untuk bertemu. Teduhnya cahaya rembulan dan kerlap-kerlip bintang menambah ketenangan dijiwaku. Angin semilir menemani pertemuan pertama dan terakhir kita--katamu. Tahun ini memang musim hujan, hujan tidak bisa diperkirakan menggunakan perasaan. Aku berharap tidak turun hujan malam ini, karna aku punya janji menemuimu.
"Kira-kira malam ini hujan tidak ya?" ucapmu.
"Malam ini tidak akan hujan. Tuhan mengijinkan kita bertemu." aku meyakinkanmu.

Kita punya banyak kesamaan. Dari mulai makanan hingga group vocal favorit kita. Aku sangat suka Sate padang begitupun denganmu. Aku menggemari beberapa lagu karya Band asal Jogjakarta; Sheila on 7. Dan ada 1 lagi, kita sama-sama mengagumi kata. Kita mampu menuangkan segala gundah dan bahagia dalam kata. Kau ingat kita pernah berbalas kata? Kau sebutkan satu kata, lalu aku rangkai seindah yang kau mau. Begitupun sebaliknya. Aku sebutkan satu kata dan kau rangkai sesukamu. Aku selalu suka rangkaian katamu. Tidak ku sangka kau bisa seromantis ini.
Sekalipun nanti kau pergi, aku masih selalu ingat ritual rutin yang kita lakukan setiap hari. Kita selalu asik bercumbu dengan kata. Seperti katamu; selama kata masih mengalun indah di dirimu maka tidak ada jenuh bagiku.

Kemelut di jiwaku masih sama. Aku tidak nyaman dengan seseorang yang terlanjur Tuhan beri. Aku sesak menahan perasaanku. Aku menangis setiap malam seringkali mengingatmu. Menyesali keputusanku. Namun nyatanya aku harus tetap jalani. Karna aku yang sudah memilih. Ku akui aku sangat ceroboh. Akan kuperbaiki semua ini. Tapi aku tidak bisa berjanji. Biar Tuhan yang beri aku waktu.
Aku ingin kau dekap erat sekali saja. Menangis di pelukmu sembari menceritakan kegundahanku. Aku benar-benar penat. Bawa aku pergi. Dari bisingnya dunia ini. Aku hanya ingin bersamamu; mendongakkan kepala, merapatkan kedua tangan sembari merayu Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar