Di batas kota ini, hampir tiba aku pada tujuanku, aku mengenalmu tanpa sengaja.
Dibalik tirai cahaya, keheningan malam menyeruak memaksa bising ditelinga, membuat gaduh perasaan, membuyarkan lamunan.
Aku sengaja tak menoleh, membiarkanmu meneriaki namaku dengan jelas. Hingga akhirnya aku terjatuh dan kau mengulurkan tanganmu.
Aku terbawa perasaanku hanyut dalam sendunya.
Aku pernah bermimpi bisa jadi langit bagi sang biru. Namun awan gelap menutupnya hingga tak nampak.
Tapi nyatanya, cinta datang terlambat. Mungkin menurutmu tepat waktu, namun ragu yang mengganggu.
Jauh sebelum mengenalmu, aku telah menemukan langit yang biru. Jauh sebelum mengenalmu, aku telah menemukan senja yang nyata.
Dipersimpangan jalan, aku merindu, celah terkecil dalam hatimu memang bukan untukku. Bahkan ketika kau tau, kau mampu merebut hati yang terdalam. Hingga aku lupa, bahwa sebelumnya aku pernah dan masih jatuh hati pada cinta yang Tuhan berikan. Bukan dirimu--namun langit biru yang sebelumnya.
"Mungkin aku terlalu perasa, hingga kau dengan mudahnya mengelabui perasaan." jiwaku meredup lemah.
Aku selalu seirama dengan rasa. Begitupun rasa yang kau buat hidup berulang kali. Aku terlalu berani membiarkan langit biru yang lain, aku terlalu kuat memaksamu sebiru mungkin.
"Aku hanya biru tipuan di langitmu. Kamuflase. langitmu bukan tempatku. Kau bergurau!" katamu dengan mudahnya. Setelah kau buat aku menari indah dalam bentangnya birumu lalu kau buat mendung langitku.
Pergilah biru kamuflase!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar