Selasa, 29 Maret 2016

Undangan merah jambu

Sore itu, menjelang malam. Tepatnya ketika matahari hampir terbenam. Aku masih terdiam menatap kartu undangan cantik berwarna merah jambu.
Aku masih tidak percaya. Kau bilang akan menungguku, tapi mengapa justru aku yang kau tinggalkan.
Terpaku menatap langit yang hampir menghitam. Gelap pekat. Angin berhembus kencang. ku biarkan tirai jendela beterbangan sembari memegang erat penopangnya.
Sesekali ku pandang wajah elok mu. Tidak begitu cantik memang, tapi kau menarik♥
Ku harap esok aku mampu menahan air mata ku, ya setidaknya hanya beberapa jam saja sampai acaramu usai. Tidak mengapa jika kau ingin bertanya. Dalam isyarat sekalipun. Akan ku katakan "Aku sudah mencintaimu jauh sebelum kita bertemu"

"Mungkin Tuhan tidak mentakdirkan dia untukmu, perlahan kau akan terbiasa" suara nyaring itu khas di telingaku. Aku mengangguk menahan haru. Aku baik-baik saja, bahkan jauh sebelum aku tau kau akan menjadi milik orang lain.

                                 •••

Acaramu begitu megah. "Pasti dia orang kaya ya?" kau tampak cantik dengan balutan gaun purple terang itu. Itu warna kesukaanmu, aku masih ingat. Wajahmu nampak berseri. Aku ikut tersenyum. Padahal air mataku hampir jatuh. Hanya saja aku tak ingin kau tau. biarlah berlinang, pasti akan cepat hilang.

Kita pernah rajut mimpi bersama, bersenda gurau dengan hujan, sampai kau tak ingat pulang. Kau bilang aku harus berusaha, harus sungguh-sungguh. Sebenarnya rajutan mimpi itu hampir tuntas. hanya saja jarumnya melukaiku. hancurlah sudah semua yang kita rajut. Mimpi indah bersamamu hanya angan-angan bagiku.

                                •••
1 bulan berlalu, setelah kau resmi jadi milik orang lain. Aku masih menangis tersedu. Menyendiri di dalam kamar adalah solusi jitu ku, tanpa ada yang mengganggu.
Aku tidak depresi atau frustasi. Aku mencoba menghapus sekelebat bayang semu. Semua tentang dirimu. Tapi nyatanya waktu yang begitu singkat tidak mampu menghancurkan bayangan itu dalam benakku. Ku pikir aku perlu waktu lebih banyak dari itu. Setahun mungkin, sampai kau timang anak-anak lucumu.

•A. Yunanda•

Tidak ada komentar:

Posting Komentar